Sistem Pemerintahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab
Abu Bakar as-Shiddiq dilahirkan di kota Mekkah pada tahun 573 M, kira-kira dua tahun setelah kelahiran nabi Muhammad SAW. Sedangkan Umar bin Khattab bernama lengkap Umar bin Khattab
bin Nufail bin Abdul Uzza. Salah satu gelar pujian beliau
adalah al-Faruq (elang) yang diberikan oleh Rasulullah saw. Makalah ini membahas tentang Sistem Pemerintahan masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Nabi Muhammad SAW telah memimpin masyarakat Muslim kurang lebih selama
10 tahun. Pemerintahan nabi Muhammad SAW di Madinah telah berhasil
memberikan beberapa dasar hukum baru pada masyarakat Arab, baik pada
sisi politik, sistem kemasyaratan, sistem hukum yang akan mengatur
masyarakat Muslim pada masa selanjutanya.
Tampuk kepemimpinan tersebut kemudian dilanjutkan oleh Abu Bakar,
sepeninggal Rasulullah saw., sebagai pemimpin pertama pengganti
Rasulullah. Tentu ada banyak perbedaan corak kepemimpinan antara
Rasulullah saw. Dengan kepemimpinan Abu Bakar yang disebabkan semakin
heterogennya masyarakat Muslim. Dinamika sosial yang semakin berwarna
lebih terlihat pada masa pemerintahan Umar bin Khattab pengganti Abu Bakar.
Berbagai fondasi kemajuan peradaban Islam diletakkan pada masa
pemerintahan Umar bin Khattab. Makalah ini akan mengkaji tentang
perdaban Islam pada masa pemerintahan dua Khalifah rasyidah tersebut.
II. Abu Bakar Khalifah Rasyidah Pertama (632-634 M/11-13 H)
Abu Bakar as-Shiddiq dilahirkan di kota Mekkah pada tahun 573 M,
kira-kira dua tahun setelah kelahiran nabi Muhammad SAW. Ayahnya bernama
Utsman bin Amar bin La’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab yang
bergelar dengan Abu Quhafah. Dari silsilah inilah Abu Bakar r.a, baik
dari pihak ayahnya maupun ibunya mempunyai pertalian dengan keluarga
nabi Muhammad saw, yang bertemu silsilahnya pada Murrah bin Ka’ab.[1]
Beliau adalah salah seorang sahabat Rasulullah saw, yang mempunyai rasa
sosial yang tinggi. Beliau pernah membebaskan tujuh budak muslim yang
tersiksa, salah satunya adalah Bilal, Amir bin Quhairoh dan lain
sebagainya. Beliau juga mempunyai sebuah baitul mal yang berada di Sunh
yang selalu ia tempati sebelum hijrah ke Madinah, kemudian setelah
hijrah ke Madinah, beliau tetap tidak menerima usulan untuk menempatkan
penjaga di baitul mal tersebut. Beliau tetap membiarkannya sebagai
temapt terbuka dan persinggahan bagi orang-orang hingga rumah itu habis
isinya. Beliau juga pernah menginfakkan hartanya sebanyak 4000 dinar
untuk kepentingan Islam, padahal harta itu ia semuanya beliau dapatkan
dari usahanya berdagang.[2]
A. Proses Pengangkatan Abu Bakar r.a
Dalam catatan sejarah, pengangangkatan Abu Bakar r.a sebagai kahlifah
mengalami polemik di kalangan para sahabat, hal ini diamping bahwa Ali
bin Abi Thalib r.a tidak ikut dalam peristiwa Saqifah, ternyata Ali bin
Abi Thalib juga tidak mau membaiat Abu Bakar hingga enam bulan
lamanya.[3]
Dalam proses pemilihannya terjadi hal-hal yang kurang damai antara kaum
Anshor dan Muhajirin. Kaum Anshor sebagai penduduk asli mengklaim bahwa
mereka memiliki lebih banyak andil dalam menyiarkan Islam dan memiliki
sumber daya manusia yang tidak kalah kualitasnya dibandingkan kaum
Muhajirin. Dengan demikian mereka melakukan musyawarah di suatu tempat
di Bani Sai’dah untuk memilih dan membaiat Sa’id bin Ubaidillah, seorang
pemuka dari suku Khazraj.[4]
Dengan diplomasi dan kerja sama antara Abu Bakar r.a dan Umar bin
Khattab r.a dan Abu Ubaidah bin Jarrah, maka Umar bin Khattab r.a
mengangkat tangan Abu Bakar r.a serta mengucapkan baiatnya setianya
kepada Abu Bakar r.a sebagai pemimpinnya, lalu hal yang serupa juga
dilakukan oleh Ubaidah bin Jarrah. Terobosan dan spekulasi mereka ini
ternyata menghasilkan nilai positif untuk keberhasilan gagasan mereka
dalam mengangkat Abu Bakar r.a sebagai khalifah.[5]
Abu Bakar r.a kemudian dibaiat secara umum pada ke-esokan harinya di
masjid Nabawi. Pada kesempatan ini ia mengucapkan pidato pertamanya
sebagai khalifah. Maka sejak saat itu kepimimpinan ummat berada di
tangan Abu Bakar r.a dengan gelar kahlifah Rasulullah (pengganti rasul)
yang dalam perkembangan selanjutnya disebut sebagai khalifah saja.
Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat untuk
menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin ada dan
kepala pemrintahan.[6]
B. Dinamika Pemerintahan Abu Bakar
1. Dinamika agama.
Ada beberapa gejala yang sungguh umum yang terjadi tidak lama setelah
kematian Muhammad saw. Beberapa dari kalangan yang bukan Arab Quroisy
kemudian menyatakan kemerdekaan mereka karena menganggap bahwa
ketundukan itu hanyalah berlaku kepada Muhammad saw, sang rasul.
Pembangkangan-pembakangan yang terjadi pada masa Abu Bakar r.a ini juga
dibarengi dengan munculnya beberapa orang yang mengaku sebagai nabi baru
dan mendakwakan agama ke kaumnya. Selain itu juga muncul juga gerakan
untuk mogok bayar zakat, dengan anggapan bahwa zakat itu hanya wajib
apabila Muhammad ada.
Masalah kematian Rasulullah saw, memang telah membawa dampak yang
sungguh besar dalam ke-imanan seseorang kala itu. Krisis ini tidak hanya
menerpa mereka yang memang jauh dari Madinah, atau jauh dari
Rasulullah, akan tetapi juga dialami beberapa sahabat.
Masyarakat muslim kala itu memang tidaklah se-heterogen bila
dibandingkan pada masa selanjutnya, akan tetapi beberapa elemen penyusun
dasar masyarakat sudah mulai bervariasi. Otomatis tingkat kepatuhan,
keyakinan, minat terhadap Islam, motivasi untuk memeluk agama Islam pada
masa Rasulullah pasti berbeda-beda. Bisa jadi ada yang motivasinya
hanyalah penyelamatan diri dari serangan-serangan Arab, atau juga bisa
jadi hanya menghindari beban upeti kepada mereka.[7]
Kemudian dengan meninggalnya nabi Muhammad saw, anggapan bahwa zakat
tidak perlu lagi dibayar serta mertapun muncul. Meskipun beberapa
kejadian ini mempunyai indikasi lain yang tidak kalah pentingnya, yakni
hanya sebuah usaha agar tidak membayar pajak, akan tetapi kedoknya
adalah benar-benar agama, hingga mereka yang melancarkan gerakan nabi
palsu, mogok zakat dan lain sebagainya disebut sebagai murtad.[8]
Ada beberapa kelompok yang melakoni gerakan riddah ini, mereka adalah:[9]
- Bani Amir dan Hawazan dan Sulaim.
- Musailamah yang mengaku sebagai nabi baru.
- Penduduk Bahrain.
- Penduduk Oman dan Mahrah.
- Penduduk Yaman dalam dua kali gelombang.
- Penduduk Hadramaut dan Kinda
Abu Bakar sibuk untuk mengurusi masalah-masalah yang seperti ini yang
semuanya berlangsung pada tahun awal pemerintahannya yakni tahun 11 H,
hingga beliau tidak sempat memikirkan ekspansi ke luar kecuali hanya
sedikit, selain memang masa kepemimpinan beliau memang yang paling
singkat dibanding para penerusnya. Tapi akhirnya Abu Bakar berhasil
meredam seluruh gerakan ini dengan mengirimkan pasukannya. Karena memang
riddah dalam keyakinan ummat Islam adalah harus dibunuh hingga mati
atau kembali ke dalam Islam maka begitu juga dengan perintah Abu Bakar
r.a kepada para pemimpin pasukan.
2. Dinamika Sosial.
Sebenarnya masyarakat muslim, yang terdiri dari banyak element dan suku
terancam hancur persatuannya pada peristiwa Saqifah. Sejumlah kalangan
pengungsi dari Mekkah dan beberapa klan lemah di Madinah juga beberapa
orang yang melepaskan diri dari klannya bersatu untuk memikirkan suksesi
Abu Bakar r.a dan menghalangi kalan Khazraj untuk memilih pemimpin
sendiri karena hal ini akan sangat rentan dengan munculnya permusuhan di
kalangan elit politik dan masyarakat.[10]
Selain itu dalam beberapa kisah, yang coba diabaikan beberapa kalangan,
disebutkan bahwa terjadi ketegangan antara bani Hasyim dengan Abu Bakar
dan suksesornya Umar bin Khattab.[11] Dalam beberapa riwayat seperti
yang dituturkan oleh Muhammad Haikal disebutkan bahwa Abu Bakar dan Umar
bin Khattab mendatangi Ali bin Abi Thalib dengan membawa sekelompok
pasukan untuk meminta baiat Ali bin Abi Thalib. Aka tetapi Ali bin Abi
Thalib dan beberapa anggotanya menghadap mereka dengan pedang di
tangannya, hingga terjadi adu fisik antara Ali bin Abi Thalib r.a dan
Umar bin Khattab r.a.[12]
Abu Bakar r.a adalah salah satu figur yang dihormati oleh masyarakat,
selain karena beliau termasuk sahabat paling dekat dengan nabi, ia juga
termasuk salah satu orang yang paling pertama memeluk Islam dan mertua
Rasulullah saw, akan tetapi Ali bin Abi Thalib r.a sedikitpun tidak
kalah wibawanya dibandingkan Abu Bakar r.a, beliau adalah sepupu nabi,
bahkan dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah
orang yang paling pertama kali masuk Islam, beliau juga adalah menantu
Rasulullah saw. Dua figur yang sangat dihormati di Madinah ini dan
mempunyai banyak pendukung tentu saja melahirkan paling sedikit dua blok
masyarakat, yang mendukung Abu Bakar r.a dan yang mendukung Ali bin Abi
Thalib r.a. Tentu saja ini melahirkan suatu dilema tersendiri bagi
masyarakat.
3. Politik.
Kestabilan politik yang telah dirintis oleh Rasulullah saw,
berangsur-angsur memburuk setelah kematian beliau. Ini terbukti dengan
terjadinya beberapa pemberontakan di luar Madinah, baik itu
pemberontakan yang dimotivasi oleh keinginan melepaskan diri dari
kekuasaan Islam ataupun pemberontakan-pemberontakan yang dilancarkan
oleh kaum-kaum murtad.
Selain itu di Madinah, seperti yang kita sebutkan diatas, muncul dua
blok kekuasaan politik, satu pihak adalah Abu Bakar r.a yang telah
diangkat menjadi khalifah, di pihak lain adalah Ali bin Abi Thalib
r.a-yang dalam pandangan beberapa sarjanawan disebutkan bahwa beliau
berpendapat dan disetujui oleh pengikutnya sebagai orang yang lebih
berhak untuk menduduki posisi kepemimpinan.[13]
Anggapan bahwa Ali bin Abi Thalib r.a adalah orang yang lebih berhak
untuk mendapatkan tampuk kepemimpinan diawali dengan mengedepankan
hadist Ghadir Khum yang menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib r.a adalah
pewaris nabi Muhammad saw. Peristiwa Saqifah yang tidak dihadiri oleh
Ali bin Abi Thalib r.a yang kala itu sibuk dengan mengurusi jenazah
Rasulullah saw, dimata beberapa kalangan merupakan awal perampasan
kekuasaan dari Ali bin Abi Thalib r.a. Kesekongkolan antara Umar bin
Khattab r.a, Abu Bakar r.a dan Abu Ubaid bin Jarrah dianggap sebagai
salah satu usaha untuk tidak menggabungkan kepemimpinan politik dan
agama pada Bani Hasyim.[14]
Ada banyak versi yang menceritakan pertikaian politik antara dua blok
politik terbesar di Madinah. Akan tetapi ada juga riwayat yang menafikan
pertikaian politik tersebut, seperti riwayat shahih yang diceritakan
oleh at-Thabari.[15] Selain itu Haikal juga menuturkan bahwa
riwayat-riwayat yang menyebutkan terjadinya pertikaian politik baru
muncul jauh sesudah berakhirnya ke-khalifahan Abu Bakar r.a yakni pada
masa Abbasyiah.[16]
a. Stabilitas Negara.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a, tercatat beberapa pemberontakan
yang membahayakan bagi kesatuan negara Islam. Beberapa diantaranya
adalah gerakan-gerakan riddah yang muncul tidak lama setelah kematian
Rasulullah saw. Pemberontakan-pemberontakan itu bisa dilatari beberapa
alasan baik alasan politik, ekonomi ataupun agama. Beberapa
pemberontakan dan gerakan yang mengancam stabilitas negara itu dapat
kita sebutkan sebagai berikut:[17]
1. Pemberontakan Thulaihah yang mengklaim dirinya sebagai nabi sebelum wafatnya Rasulullah saw.
2. Pemberontakan Sajjah dan Malik bin Nuwairoh di dari Yamamah.
3. Perang Yamamah, dan Musailamah yang menyebut dirinya sebagai nabi.
4. Gerakan riddah di Baharain.
5. Gerakan riddah di Omman dan Muhrah.
6. Gerakan riddah di Hadramaut dan Kindah.
Semua gerakan riddah dan pemberotakan ini berhasil diredamkan baik dengan peperangan ataupun tidak.
b. Ekspansi.
Meskipun Abu Bakar r.a tidak banyak melakukan perluasan daerah
kekuasaan, akan tetapi beliau berhasil menaklukkan beberapa wilayah:[18]
1. Penaklukkan Iraq, seperti Mahdhor, Ullais, Nahrud Dain, Anbar dan Ain Tamar oleh Khalid bin Walid (12 H).
2. Penaklukkan Syam oleh Khalid bin Walid (13 H), yang sebelumnya telah ditekan oleh Khalid bin Sa’id bin Ash.
Dua penaklukan ini adalah penaklukan besar yang terjadi pada masa Abu
Bakar r.a meskipun sebenarnya Syam berhasil ditaklukkan pada masa awal
pemerintahan Umar bin Khattab r.a.
c. Kebijakan Politik Abu Bakar r.a
Dalam perjalanan Abu Bakar r.a, beliau telah menetapkan beberapa
kebijakan dalam politik, beberapa kebijakan penting beliau selain
menumpas pemberontakan dan melakukan ekspansi adalah:
1. Menjadikan Hirroh sebagai pusat militer untuk penyerangan selanjutnya ke Syam.
2. Menaklukkan daerah-daerah yang berpeluang untuk membantu melawan Kaisar.
3. Menempatkan Khalid bin Sa’id bin Ash dan pasukannya sebagai
pasukan cadangan di Taima, yakni perbatasan wilayah kekuasaan negara
Islam dengan Syam. Tekanan-tekanan yang diberikan oleh Khalid bin Sa’id
te;ah memberikan Kontribusi besar dalam penaklukkan Syam, meskipun
akhirnya mereka kalah.
4. Pemindahan baitul mal dari Sunuh ke Madinah.
5. Mengurusi janda-janda perang di Madinah.
6. Pengangkatan al-Mutsanna bin Haritsah menggantikan Khalid bin Walid di Iraq.
7. Penunjukan Umar bin Khattab r.a sebagai penggantinya sebagai
Khalifah. Beberapa pendapat mengatakan bahwa beliau menghawatirkan
keadaan akan menjadi kritis lagi bila seorang pemimpin tidak menunjuk
orang yang akan menggantikannya.
8. Mengampuni beberapa kepala pemberontak.
Selain itu beliau juga mengangkat beberapa orang sebagai pemerintah di
kota-kota tertentu. Abu Bakar r.a mengangkat Umar bin Khattab r.a
menjadi hakim di Madinah, Abu Ubaidah menjadi pengurus baitul mal, Ali
bin Abi Thalib r.a, Utsman bin Affan dan Zaid bin Tsabit sebagai
sekretaris, Uttab bin Usaid sebagai amir kota Mekkah, Utsman bin Abi
al-Ash sebagai amir di Thaif, al-Muhajir bin Abi Umayyah di Shun’a,
Ziyad bin Lubaid di Hadramaut, Abu Musa di Zubaid dan Rima’, Muadz bin
Jabal di Jund, al-Ala’ bin al-Hadramiy di Bahrain, Jarir bin Abdullah di
Najran, Abdullah bin Tsaur di Jurasy, Iyadh bin Ghanm di
Daumatuljandal, Khalid bin Walid sebagai jendral besar pemimpin pasukan
penakluk Syam.[19]
4. Intelektual.
Sedangkan dalam bidang intelektual Abu Bakar r.a, kebijakan yang paling
terkenal adalah pengumpulan Alquran al-Karim setelah perang Yamamah.
Gagasan untuk mengumpulkan Alquran al-Karim ini sebenarnya datang
pertama kali dari Umar bin Khattab r.a, karena ia melihat banyaknya para
penghapal Alquran yang meninggal dalam peperangan terutama pada
peperangan Yamamah
Pada mulanya Abu Bakar r.a merasa ragu untuk menjalankan gagasan
tersebut, karena Rasulullah saw, sendiri tidak pernah melakukan hal
tersebut. tetapi setelah berembuk dengan para sahabat lain iapun
memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan dan menuliskan Alquran.
Beliau juga merupakan orang pertama yang memisahkan pemerintahan pusat
dengan lembaga peradilan, meskipun mungkin dalam tahap sederhana. Kepala
pemerintahan sendiri dipegang oleh Abu Bakar r.a, sedangkan Qadhi
Madinah adalah Umar bin Khattab yang berada dibawah kepala
pemerintahan.
C. Kontribusi Pemerintahan Abu Bakar.
Selain beberapa kontribusi yang telah kita sebutkan diatas seperti
perluasan daerah, pemulihan stabilitas negara dan lain sebagainya,
pemerintahan Abu Bakar r.a juga telah memberikan Kontribusi lain untuk
kepentingan pemerintahan Islam selanjutnya.
Sebenarnya, salah satu keberhasilan Rasulullah saw. dalam
kepemimpinannya adalah mengganti sistem politik bangsa Arab yang
dahulunya terpecah belah di bawah naungan klan. Seseorang tidak bisa
mengklaim bahwa dirinya adalah seorang yang merdeka bila ia tidak
bernaung dibawah sebuah klan. Kemudian Rasulullah saw. menggantikan
sistem ini dengan kesatuan politik yang bernama Ummah, yakni kesatuan
seluruh ummat Islam.[20]
Sedangkan pada masa Abu Bakar r.a, kesatuan politik bangsa-bangsa Arab
yang terpecah belah dibawah beberapa kekuasan politik telah dirancang
untuk disatukan dibawah kekuasaan negara Islam. Kesatuan ini menjadi
sistem pemerintahan negara yang oleh bangsa Arab sebelumnya tidak
diperhatikan.
Selain itu, Abu Bakar r.a juga telah merintis sistem pengmbilan
keputusan dengan keputusan syura. Lain halnya dengan Rasulullah saw.
yang keputusannya adalah mutlak karena memang beliau menjadi wadah
penerima wahyu. Pada pengambilan keputusan-keputusan genting, beliau
sering memanggil orang-orang yang menurutnya berkompeten untuk didengar
pendapatnya, yakni pada saat itu adalah sahabat-sahabat Rasulullah saw.
dengan begitu beliau telah mulai merintis pembangunan dasar-dasar
pemerintahan imperium Islam.[21]
D. Kematian Abu Bakar r.a
Setelah menderita sakit demam selama lima belas hari akhirnya Abu Bakar
r.a meninggal dunia pada hari senin, 21 Jumadil Akhir 13 H (22 Agustus
634 M) pada usia 63 tahun. Riwayat yang paling kuat mengenai sebab
sakitnya beliau adalah riwayat yang berasal dari putrinya yang
menyebutkan bahwa beliau sering mandi malam. Sedangkan pemerintahan
beliau berjalan selama dua tahun tiga bulan dan sepuluh malam.[22]
Selama sakitnya beliau tidak bisa mengimami shalat jama’ah hingga beliau
digantikan oleh Umar bin Khattab r.a. selain itu juga beliau selalu
memikirkan perkara ummat Islam yang akan ia tinggalkan. Beberapa
motivasi dan penyebab mendorongnya untuk menunjuk orang yang
menggantikannya setelah berbincang-bincang dengan para sahabat besar
lainnya, yang membulatkan tekad beliau untuk menunjuk Umar bin Khattab
r.a sebagai penggantinya.
Ada berapa hal yang mungkin sangat berpengaruh terhadap keputusan Abu
Bakar r.a untuk memilih sendiri orang yang akan menggantikannya. Salah
satunya adalah perdebatan yang pernah terjadi di Saqifah Bani Saidah
setelah Rasulullah saw. meninggal dunia, selain itu juga masukan-masukan
positif tentang Umar bin Khattab r.a dari sahabat-sahabat besar
lainnya.[23]
Di lain pihak, Jafri menuturkan bahwa penunjukan ini juga salah satu
bentuk penghalangan Ali bin Abi Thalib r.a dari posisi ke-khalifahan.
Sangat tidak mengherankan bila Umar bin Khattab r.a tidak memilih Ali
bin Abi Thalib r.a yang tidak mau membaiatnya hingga lima hingga enam
bulan pemerintahannya. Tentu saja Umar bin Khattab r.a yang juga
merupakan pioner pengangkatan Abu Bakar r.a sebagai khalifah pada
peristiwa Saqifah akan mendapatkan kepercayaan Abu Bakar r.a untuk
menjadi khalifah.
Menurut Jafri bahwa penghalangan Ali bin Abi Thalib r.a dari
ke-kahlifahan berlanjut pada masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a,
yakni ketika beliau memilih enam orang sahabat sebagai ahlul hilli wal
aqdi yang bertugas untuk menentukan penggantinya, akan tetapi keputusan
akhir diberikan kepada Abdurrahman bin Auf yang merupakan sahabat dekat
Utsman bin Affan. Selain itu juga oleh Abdurrahman bin Auf juga
menyaratkan kesanggupan untuk mengikuti tata cara (sunnah) Rasulullah
saw. dan dua orang pendahulunya dalam menjalankan pemerintahan. Tentu
saja Ali bin Abi Thalib r.a tidak akan menyanggupinya,yang lain halnya
dengan Utsman yang menyatakan bahwa ia akan menyanggupi syarat
tersebut.[24]
Terlepas dari yang manakah pendapat yang paling mendekati kebenaran,
paling tidak kita mengetahui beberapa perbedaan pendapat dalam masalah
ini.
III. Umar bin Khattab Khalifah Ke-Dua (634-644 M/13-24 H)
Beliau adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza.
Salah satu gelar pujian beliau adalah al-Faruq (elang) yang diberikan
oleh Rasulullah saw. kepada beliau.[25] Beliau dilahirkan empat tahun
sebelum kelahiran Rasulullah saw. Umur beliau adalah 63 tahun dan
beberapa bulan.[26]
A. Proses Pengangkatan Umar bin Khattab.
Seperti yang telah kita sebutkan diatas bahwa Umar bin Khattab r.a
diangkat dan dipilih sendiri oleh Abu Bakar r.a untuk menggantikannya
dalam ke-khalifahan. Oleh Abdul Wahhab an-Nujjar, cara pengangkatan
seperti ini disebut dengan thariqul ahad, yakni seorang pemimpin yang
memilih sendiri panggantinya setelah mendengar pendapat yang lainnya,
barulah kemudian dibaiat secara umum.[27]
Pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a, sang khalifah dipanggil dengan
sebutan khalifah Rasulullah. Sedangkan pada masa pemerintahan Umar bin
Khattab r.a, mereka disebut dengan Amirulmu’minin. Sebutan ini sendiri
diberikan oleh rakyat kepada beliau. Salah satu sebab penggantian ini
hanyalah makna bahasa, karena bila Abu Bakar r.a dipanggil dengan
khalifah Rasulullah (pengganti Rasulullah), otomatis penggantinya
berarti khalifah khalifah Rasulullah (pengganti penggantinya
Rasulullah), dan begitulah selanjutnya, setidaknya begitulah menurut
Haikal. Selain itu karena wilayah kekuasaan Islam telah meluas, hingga
ke daerah-daerah yang bukan daerah Arab, yang tentu saja memerlukan
sistem pemerintahan yang terperinci, sementara ia tidak mendapatkan
sistem pemerintahan terperinci dalam Alquran al-Karim dan sunnah nabi,
karena itu ia menolak untuk dipanggil sebagai khalifatullah dan khalifah
Rasulullah. [28]
Terdapat perbedaan dalam proses pengangkatan Abu Bakar dan Umar, bila
Abu Bakar dipilih oleh beberapa wakil kalangan elit masyarakat, Umar
dipilih dan ditunjuk langsung oleh Abu Bakar untuk menggantikannya. Ada
beberapa faktor yang mungkin sangat berpengaruh terhadap penunjukan
langsung ini:
1. kemungkinan besar Abu Bakar khawatir akan terjadi perpecahan
dalam tubuh ummat Islam bila pemilihan diserahkan kepada masyarakat
seperti yang hampir terjadi pada dirinya.
2. bagaimanapun juga, Umar adalah suksessor Abu Bakar dalam pemilihan menjadi Khalifah.
3. sementara beberapa pendapat lain mengatakan bahwa ke-khawatiran
Abu Bakar akan terpilihnya Ali bin Abi Thalib memotivasi dirinya untuk
memilih langsung penggantinya.[29]
B. Dinamika Pemerintahan Umar bin Khattab.
1. Agama.
Penaklukan-penaklukan yang terjadi pada masa Umar menyebabkan orang
ramai-ramai memeluk agama Islam[30] namun meskipun demikian tentu tidak
ada paksaan terhadap mereka yang tidak mau memeluknya. Maka masyarakat
saat itu adalah masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai agama, dan
hal ini tentu saja berpengaruh tehadap masyarakat Islam, mereka
mengenal ajaran-ajaran selain Islam seperti Nasrani, Yahudi, Majusi
Shabiah dan lainnya. Masyarakat muslim otomatis akan belajar toleransi
terhadap pemeluk agama lainnya, dan kemajemukan beragama seperti ini
akan kondusif untuk melahirkan faham-faham baru dalam agama yang positif
maupun negatif meskipun pada masa Umar bin Khattab r.a belum ada cerita
tentang munculnya faham seperti ini.
Selanjutnya kehomogenan rakyat negara juga tentu saja akan menuntut
suatu prinsip-prinsip agama yang fleksibel, yang mudah difahami, karena
rakyat tidak hanya terbentuk dari orang-orang Arab, akan tetapi juga
beberapa bangsa lainnya seperti Persia yang telah dahulu mengenal agama
selain Islam, juga bangsa Afrika yang sebelumnya tidak mengenal Islam.
Maka sesuatu yang esensial dari agama Islampun otomatis harus ditemukan
agar bisa diaplikasikan pada kehidupan orang-orang selain bangsa selain
Arab.
Meskipun begitu aktivitas ini tidak terlalu menonjol, karena memang
mayoritas masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a dihabiskan untuk
melakukan ekspansi-ekspansi. Kebanyakan praktek-praktek agama yang
dibawa oleh mayoritas pasukan Islam yang berbangsa Arab adalah paduan
antara praktek-praktek dan prinsip Islam dengan praktek dan hukum adat
orang-orang pada umumnya.[31]
2. Dinamika Sosial.
Keadaan sosial juga mulai berubah, perubahan-perubahan ini sangat
terlihat pada masyarakat yang hidup diwilayah taklukan-taklukan Islam,
mereka mengenal adanya kelas sosial meskipun Islam tidak membenarkan hal
itu. Tetapi kebijakan-kebijakan tentang pajak, hak dan kekayaan yang
terlalu jauh berbeda telah menciptakan jurang sosial, ditambah lagi
bahwa memang sebelum datangnya Islam mereka telah mengenal kelas sosial
ini.
Seperti kebijakan pajak yang berlaku pada masa Umar bin Khattab telah membagi masyarak kepada dua kelas, yaitu:
a. Kelas wajib pajak: buruh, petani dan pedagang.
b. Kelas pemungut pajak: pegawai pemerintah, tentara dan elit masyarakat.[32]
Hal ini akan menjadikan rakyat cenderung untuk menjadi tentara sebagai profesi.
Meskipun pajak itu memang digunakan untuk kepentingan sosial seperti
pembangunan sarana-sarana sosial tapi pajak itu tetap lebih banyak
dirasakan oleh elit masyarakat dan penakluk. Pada masa Umar hak atas
properti rampasan perang, posisi-posisi istimewa diberikan kepada
pembesar-pembesar penakluk.[33] Meskipun Umar adalah orang yang sangat
sederhana, lain dengan sahabat-sahabatnya yang mempunyai kekayaan,
seperti:
a. Zubair yang mempunyai kekayaan sampai 50.000.000. dirham.
b. Abdur Rahman bin Auf mewariskan 80.000-100.000 dirham.
c. Sa’ad Ibn Waqqash yang punya villa di dekat Madinah.
d. Thalhah yang mempunyai 2.200.000 dirham dan 200.000 dinar juga lahan safiyah seharga 30.000.000.dirham.[34]
Terlepas apakah itu harta yang hak atau tidak, tentu akan membuat iri
masyarakat terutama mantan-mantan aristokrat Mekkah yang kebanyakan
adalah Bani Umayyah. Pemerintahan pusat mengirimkan gubernur, hakim dan
lain-lain ke wilayah taklukan, dengan begitu daerah-daerah yang tadinya
hanya merupakan pedesaan berubah menjadi kota yang padat penduduknya dan
memiliki mobilitas sosial dan ekonomi yang tinggi.[35]
Pembangunan-pembangunan infrastruktur berkisar pada jalan raya, irigasi
dan bendungan, masjid dan benteng.[36]
3. Dinamika Ekonomi.
a. Perdagangan, Industri dan Pertanian.
Meluasnya daerah-daerah taklukan Islam yang disertai meluasnya pengaruh
Arab sangat berpengaruh pada bidang ekonomi masyarakat saat itu. Banyak
daerah-daerah taklukan menjadi tujuan para pedagang Arab maupun non
Arab, muslim maupun non muslim, dengan begitu daerah yang tadinya tidak
begitu menggeliat mulai memperlihatkan aktifitas-aktifitas ekonomi,
selain menjadi tujuan para pedagang juga menjadi sumber barang dagang.
Maka peta perdagangan saat itupun tentu berubah seperti Isfahan, Ray,
Kabul, Balkh dan lain-lain.
Sumber pendapatan rakyatpun beragam mulai dari perdagangan, pertanian,
pengerajin, industri maupun pegawai pemerintah. Industri saat itu ada
yang dimiliki oleh perorangan ataupun negara atau daerah untuk
kepentingan negara,[37] industri-industri ini adalah seperti industri
rumah tangga yang mengolah logam, industri pertanian, pertambangan dan
pekerjaan-pekerjaan umum pemerintah seperti pembangunan jalan, irigasi,
pegwai pemerintah dan lain-lain.
Pembangunan irigasi juga sangat berpengaruh dalam pertanian,
perkebunan-perkebunan yang luas yang dimiliki oleh perorangan maupun
negara atau daerah banyak menghasilkan, lahan-lahan seperti ini adalah
hasil rampasan perang yang sebagian menjadi milik perorangan.[38]
b. Pajak.
Seluruh hal-hal diatas tentu saja akan berpengaruh terhadap pajak. Pajak
saat itu ditetapkan berdasarkan profesi, penghasilan dan lain-lain.
Sistem pajak yang diberlakukan di suatu daerah pada dasarnya adalah
sistem yang dipakai di daerah itu sebelum ditaklukkan. Seperti di Iraq
yang diberlakukan sistem pajak Sasania. Tapi kalau daerah itu belum
mempunyai satu sistem pajak yang baku, maka sistem pajak yang
diberlakukan adalah hasil kompromi elit masyarakat dan penakluk. Yang
bertugas mengumpulkan pajak tersebut adalah elit masyarakat yang
selanjutnya diserahkan kepada pemerintah daerah untuk diserahkan ke
pemerintah pusat.[39]
Pajak yang ditanggung oleh masyarakat adalah :
1) Pajak jiwa, pajak ini berdasar jumlah masyarakat dan dipikul
bersama. Yang bertugas melakukan penghitungan adalah tokoh masyarakat
juga.
2) Pajak bumi dan bangunan, tanah wajib pajak adalah seluas 2400 m2
jumlahnya tergantung pada kualitas tanah, sumber air, jenis pertanian,
hasil pertanian dan jarak ke pasar.[40]
4. Dinamika Politik dan Adminstrasi.
Serangkaian penaklukan bangsa Arab dipahami secara populer dimotivasi
oleh hasrat akan terhadap harta rampasan perang, dan termotivasi oleh
agama yang tidak menganut keyakinan tentang bangsa yang terpilih,
layaknya Yahudi. Salah satu prinsip agama Islam adalah menyebarkan
ajarannya kepada orang lain, lain halnya dengan Yahudi yang menganggap
bangsanyasendirilah yang terpilih dan menganggap bangsa lain adalah
domba-domba yang sesat.[41] Keyakinan inipun otomatis juga berpengaruh
kepada lancarnya beberapa ekspansi pada masa Umar bin Khattab r.a.
Motivasi apapun yang terlibat di dalam beberapa penaklukan tersebut,
semuanya merupakan perluasan yang telah terencana dengan baik oleh
pemerintahan Umar bin Khattab r.a, meskipun sebagian kecilnya
berlangsung secara kebetulan.
Beberapa wilayah yang akan ditaklukkan dilihat dari kesuburan tanahnya,
kestrategisannya dalam dunia perdagangan dan kestrategisannya untuk
menjadi basis-basis penaklukan berikutnya. Seperti kota Mesir yang
ditaklukkan, kota ini merupakan lumbung besar bagi Kostantinopel, selain
itu kota ini juga dengan Hijaz, pelabuhan yang sangat penting dan agar
bisa menjadi basis penaklukan selanjutnya ke Afrika.
Kostantinopel mulai mengalami kekalahan dalam peperangannya dengan
pasukan-pasukan muslim setelah Mesir jatuh ketangan negara Islam.
Sedangkan untuk menaklukkan Sasania, pasukan muslim tidaklah mengalami
kesulitan, karena selain dari sisi kekuatan politis imperium ini yang
telah melemah dan hancurnya adiministrasi, juga hubungan baik antara
negara-negara kecil yang sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan mereka,
juga karena Iraq telah jatuh ke tangan pasukan muslim, pada masa
sebelumnya.
Selain itu, beberapa alasan yang mendukung keberhasilan serangkaian
penaklukan ini adalah tidak terjalinnya hubungan baik antara pemerintah
dengan rakyat. Dalam beberapa kasus hal ini sungguh penting, karena
orang-orang Kristen Arab yang merupakan bagian imperium yang ditaklukkan
lebih menerima dan bergabung dengan pasukan muslim. Lebih jauh lagi
migrasi orang-orang Arab badui juga ikut menjadi alasan keberhasilan
ini.
Untuk tujuan mengorganisasi orang-orang Badui ini, dan agar tidak
membuat masalah kepada penduduk lokal, maka Umar bin Khattabpun
membangun beberapa mishr. Mishr ini menjadi basis tempat orang-orang
badui. Selain itu juga mishr-mishr ini juga berperan sebagai basis-basis
militer dengan tujuan penaklukan selanjutnya.
Beberapa kampung-kampung militer terbesar yang dibangun pada masa Umar
bin Khattab adalah Bashrah yang bertujuan untuk mempermudah komunikasi
dengan Madinah, ibu kota negara dan juga menjadi basis penaklukan menuju
Iran Selatan. Kufah dibangun untuk menjadi basis pemerintahan untuk
administrasi untuk Iraq Utara Mesopotamia dan bagian Timur dan Utara
Iran.
Selain menjadi basis militer dan pemerintahan, amshar juga menjadi pusat
distribusi dan administrasi pajak. Dengan begitu sistem yang diterapkan
oleh Umar bin Khattab adalah sistem desentralisasi. Gaji para pasukan
yang diambil dari pajak, upeti dan zakat dibayarkan melalui pusat-pusat
administrasi ini. [42]
Pemerintahan Umar bin Khattab pada dasarnya tidak memaksakan sebuah
sistem administrasi baru di wilayah taklukan mereka. Sistem
adaministrasi yang berlaku adalah kesepakatan antara pemerintah dengan
elit lokal wilayah tersebut. Dengan begitu, otomatis tidak ada kesamaan
administrasi suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Tampaknya hal ini
tidaklah menjadi masalah penting pada saat itu.
a. Ekspansi-Ekspansi Pemeritahan Umar bin Khattab.
Adapun rangkaian penaklukan yang terjadi pada masa Umar bin Khattab adalah:[43]
1. Penaklukkan Syam (13 H), meskipun memang awal serangan dimulai
pada masa Abu Bakar, akan tetapi kota ini baru bisa ditaklukkan pada
masa awal pemerintahan Umar bin Khattab. Penaklukan ini dipimpin oleh
Khalid bin Walid, yang kemudian dipecat oleh Umar bin Khattab r.apada
hari kemenangannya.
2. Penaklukkan Damasqus oleh Abu Ubaidah yang diteruskan ke Baalbek, Homs dan Hama (13 H).
3. Yerussalem (638).
4. Caesaria (640) yang berlanjut ke Selatan Syiria, Harran, Edessa dan Nabisin.
5. Mesir oleh Amr bin Ash (641 H/20 H) termasuk Heliopolis dan
Babylonia, sedangkan Alexandria baru ditaklukkan pada tahun (643).
6. Syiria ditaklukkan pada perang Qadisiyah (637 M/14 H).
7. serangkaian penaklukan lainnya adalah Mosul (641 M/16 H),
Nihawan, Hamadazan (21 H), Rayy (22 H), Isfahan dan kota-kota Utama Iran
Barat (644 M), Khurasan (22 H).
8. Pasukan lainnya menguasai Ahwaz (Khuzistan) (640 M/17 H).
9. Sijistan dan Kerman (23 H)
Maka wilayah kekuasaan Umar bin Khattab pada saat itu meliputi: benua
Afrika hingga Alexandria, Utara hingga Yaman dan Hadramaut, Timur
hingga Kerman dan Khurasan, Selatan hingga Tabristan dan Haran.
b. Kebijakan Politis dan Administratif.
1. Ekspansi dan penaklukkan.
2. Desentralisasi administrasi.
3. Pembangunan fasilitas-fasilitas umum, seperti Masjid, jalan dan bendungan.
4. Pemusatan kekuatan militer di amshar-amshar.
5. Memusatkan para sahabat di Madinah, agar kesatuan kaum muslimin lebih terjaga.
6. Aktivitas haji tahunan sebagai wadah laporan tahunan para gubernur terhadap khalifah.[44]
7. Membangun kota Kufah dan Bashrah.
8. Pemecatan Khalid bin Walid dari kepemimpinannya.
9. Pembentukan beberapa jawatan:
a. Diwan al-Kharaj (jawatan pajak) yang bertugas mengelola administrasi pajak negara.
b. Diwan al-Ahdats (jawatan kepolisian) yang bertugas memlihara
ketertiban dan menindak pelaku penganiayaan untuk kemudian diadili di
pengadilan.
c. Nazarat an-Nafi’at (jawatan pekerjaan umum) yang bertanggung jawab oelaksanaan pembangunan fasilitas-fasilitas umum.
d. Diwan al-Jund (jawatan militer) yang bertanggung jawab atas pengelolaan administrasi ke-tentaraan.
e. Baitul Mal sebagai lembaga perbendaharaan negara yang
bertanggung jawab atas pengelolaan kas negara. Beberapa tugasnya adalah
memberikan tunjangan (al-‘atha) yang merata kepada seluruh rakyat secara
merata baik sipil maupaun militer, tapi tentu saja tunjangan ini tidak
sama jumlahnya.[45]
f. Menciptakan mata uang resmi negara.
g. Membentuk ahlul hilli wal aqdi yang bertugas untuk memilih pengganti khalifah.
5. Dinamika Intelektual.
Selain dari menetapkan tahun hijriah yang dihitung dari sejak
berhirahnya nabi Muhammad saw. ke Madinah, pada masa Umar bin Khattab
r.a juga tercatat ijtihad-ijtihad baru. Beberapa sebab-sebab munculnya
ijtihad baru di masa awal Islam berkataitan dengan Alquran maupun
sunnah.
Di dalam Alquran al-Karim pada saat itu sudah mulai ditemukan kata-kata
yang musytarak, makna lugas dan kiasan, adanya pertentangan nash, juga
makna tekstual dan makna kontekstual. Sedangkan tentang sunnah itu
sendiri, karena ternyata para sahabat tidak mempunyai pengetahuan yang
merata tentang sunnah nabi, karena kehati-hatian para sahabat untuk
menerima suatu riwayat, terjadinya perbedaan nilai hadist, dan adanya
sunnah yang bersifat kondisional.[46]
Selain beberapa alasan diatas, tentu saja faktor lainnya ikut mewarnai
beberpa kemunculan ijtihad pada masa Umar bin Khattab, seperti faktor
militer, yakni dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam, faktor sosial
yang semakin heterogennya rakyat negara Islam, dan faktor ekonomi.
Berapa ijtihad beliau pada saat itu adalah keputusan bahwa mua’llaf
tidak mendapatkan zakat, padahal di salah satu ayat dikemukakan bahwa
mereka berhak mendapatkan zakat.[47] Akan tetapi Umar bin Khattab
berpendapat bahwa hal ini juga dilakukan Rasulullah saw. pada masa Islam
masih lemah.
Pada kasus lain adalah tentang pemotongan tangan bagi pencuri.[48] Pada
beberapa kasus ternyata Umar bin Khattab r.a tidak melaksanakan hukuman
ini, terutama pada masa musim kemarau yang berkepanjangan pada tahun 18
H, dimana mereka hampir kehabisan bekal makanan. Selain itu dalam
beberapa kisah dikatakan bahwa dua orang budak telah terbukti mencuri
unta, akan tetapi Umar bin Khattab r.a tidak menjatuhinya hukum potong
tangan karena alasan bahwa mereka mencuri karena kelaparan, sebagai
gantinya beliau membebankan ganti harga dua kali lipat dengan barang
yang mereka curi.[49]
Ijtihad Umar b. Khattab ini, yang berbasis atas keberanian intelektual
selanjutnya berpengaruh kepada dua mazhab besar dalam memutuskan hukum,
yakni ahl ra’yi yang berbasis di Baghdad dan ahl hadist yang berbasis di
Madinah. Keberanian Umar ini menjadikannya sebagai contoh dan imam
tauladan bagi para penganut mazhab ahl ra’yi, yang kemudian pada tingkat
yang lebih besar dipimpin oleh Abu Hanifah, sementara ahl hadist lebih
mencontoh Abdullah putra Umar b. Khattab, yang selanjutnya dipimpin oleh
Imam Malik di Madinah.
Dalam bidang peradilan, Umar bin Khattab r.a juga terkenal dengan
risalah qodhonya, yakni surta yang berisi hukum acara peradilan meskipun
masih sederhana. Surat ini ia kirimkan kepada Abu Musa al-Asy’ari yang
menjadi qadhi di Kufah.[50] Dalam mata kuliah Sistem Peradilan Islam dan
yang semacamnya, surat Umar bin Khattab ini dipandang sebagai hukum
acara pengadilan tertulis pertama dalam Islam.
C. Akhir Pemerintahan: Kematian Umar bin Khattab r.a
Banyak keputusan-keputusan baru yang harus diambil oleh oleh khalifah
ke-II Umar Bin Khattab (634-644 M). Penyebaran agama Islampun
dilaksanakan seiring dengan perluasan wilayah Islam. Banyak orang yang
takluk dibawah Islam memeluknya sebagai agama meskipun ada sebahagian
dari mereka yang membenci Islam ataupun bangsa Arab yang merupakan
penjajah. Umar memerintah dengan tegas dan disiplin, rakyat maupun
pegawainya akan dihukum bila terbukti bersalah. Pada akhir
pemerintahannya timbul gejala-gejala ketidakpuasan terhadap
kebijakan-kebijakannya yang disuarakan pertama kalinya oleh mereka yang
membeci Islam ataupun bangsa Arab. Hal yang paling menonjol adalah
pembagian hasil rampasan perang yang dinilai tidak adil. Tetapi hingga
akhir hayatnya tidak ada yang berani mengutarakan secara
terang-terangan.
Benarkah terjadi ketidak-puasan terhadap pemerintahan Umar bin Khattab,
bisa jadi benar. Salah satu bukti yang menunjukkan hal tersebut adalah
pembunuhan Umar bin Khattab sendiri, beliau dibunuh Abu Lu’luah, seorang
Nasrani. Ia megutarakan keberatannya atas pajak yang ia nilai terlalu
besar untuknya yang berprofesi sebagai tukang kayu, pelukis, dan pandai
besi, ia harus membayar dua dirham setiap hari. Akan tetapi meskipun
Umar bin Khattab r.a mendengar keluhannya, beliau tidak mengurangi pajak
tersebut karena kabarnya ia juga akan membuka penggilan tepung dengan
angin.
Abu Lu’luah ternyata berlalu dengan rasa tidak puas dengan keputusan
beliau, hal ini disimpulkan dari jawabannya atas keputusan Umar bin
Khattab r.a: “kalau begitu bekerjalah untukku dengan penggilingan itu!”,
yang kemudian dijawab: “kalau kamu selamat maka aku akan bekerja
untukmu”. Tiga hari kemudian ia berhasil membunuh beliau.[51]
Akan tetapi bila hanya bukti ini yang diajukan untuk mengutarakan bahwa
akhir pemerintahan Umar bin Khattab r.a terjadi beberapa ketidak-puasaan
terhadapa kebijaksaanan beliau, maka itu terlalu dilebih-lebihkan. Tapi
meskipun begitu, memang faktanya ada yang merasa tidak puas dengan Umar
bin Khattab r.a.
Beliau meninggal pada umur 63 tahun. Adapun ke-khalifahannya berjalan selama 10 tahun, 6 bulan dan 8 hari.
Ada indikasi yang menyatakan bahwa perseturuannya dengan Ali bin Abi
Thalib r.a mulai memudar-kalau memang mereka berseteru-, yakni Umar bin
Khattab r.a menikahi salah satu putri Ali bin Abi Thalib r.a yakni Ummi
Kaltsum, selain itu Ali bin Abi Thalib r.a adalah salah seorang yang
turun ke makam beliau, lain halnya ketika Fathimah binti Rasulullah
meninggal dunia, baik Abu Bakar r.a dan Umar bin Khattab r.a tidak
datang kepemakamannya atau ketika Abu Bakar r.a meninggal dunia dimana
Ali bin Abi Thalib r.a tidak datang kepemakamannya.[52]
Beberapa pendapat mengatakan bahwa salah salah satu usaha untuk
meredakan perseteruannya dengan Bani Hasyim adalah dengan mengangkat
para pemuka Bani Hasyim sebagai pemimpin pasukan dan mengirimkannya ke
medan perang, agar mereka tidak terlalu memikirkan siapakah sebenarnya
yang berhak untuk menjadi khalifah, disamping beliau juga memang
menikahi putri Ali bin Abi Thalib r.a.
D. Kontribusi Pemerintahan Umar bin Khattab.
Sepanjang sejarah khilafah rasyidah, ekspansi terluas yang pernah
tecapai adalah pada masa Umar bin Khattab r.a. Pada saat beliau
meninggal kekuasaannya telah mencapai Alexandria, Najran, Kerman,
Khurasan, Rayy, Tabriz dan seluruh Syiria.
Selain itu dalam bidang administrasi, beliau banyak mengadaptasi
sistem-sistem pemerintahan dari Sasania, Kostantinopel dan Bizantium.
Hal ini memang akibat persentuhannya dengan tiga imperium besar
tersebut, dan juga akibat meluasnya wilayah kekuasaan yang memerlukan
suatu pengaturan yang lebih rapi.
Mata uang resmi demi memudahkan administrasi negarapun ditetapkan. Selain itu juga sistem tahun hijriah juga beliau tetapkan.
Dalam bidang hukum, beliau juga telah menetapkan qadi-qadi di setiap
wilayah, dan juga menetapkan hukum acara peradilannya. Selain itu, Umar
bin Khattab r.a adalah orang yang terkenal dengan kekritisannya, banyak
munjul ijtihad-ijtihad beliau pada masa pemerintahannya. Peta Jazirah
Arab,[53] kekuasaan Umar bin Khattab r.a berujung di Alexandria, Najran,
Kerman, Sijistan, Khurasan, Rayy, Tabriztan, Armenia, hingga Syiria.
IV. Penutup.
Masa pemerintahan Abu Bakar r.a adalah masa transisi dari kepemimpinan
seorang rasul yang mendapat bimbingan wahyu dan mempunyai keabsulatan
keputusan mutlak kepada seorang sahabat biasa. Maka masa pemerintahan
beliau ini diwarnai dengan pemberontakan-pemberontakan dan
geraka-gerakan riddah di beberapa wilayah.
Kesulitan dalam menumpas semua gerakan yang merongrong kestabilan negara
telah menarik perhatian dan waktu Abu Bakar r.a, hingga tidak bisa
berbuat banyak dalam urusan perluasan wilayah, disamping umur
pemerintahan beliau yang relatif singkat. Akan tetapi masa transisi ini
adalah salah satu masa terpenting dalam sejarah Islam, karena inilah
masa pertama dimana kepemimpinan negara Islam diambil oleh seorang yang
bukan rasul, dan mereka (Abu Bakar r.a dan rakyatnya) berhasil dengan
gemilang.
Setelah masa transisi ini berhasil dilalui, dan keamanan sudah relatif
lebih tenang, maka khalifah selanjutnya, Umar bin Khattab r.a, bisa
lebih leluasa untuk memikrkan perluasan wilayah. Dalam sepuluh tahun
pemerintahannya beliau berhasil menaklukkan beberapa wilayah-wilayah
penting bagi beberapa imperium besar. Selain itu juga beliau telah
berhasil meletakkan sistem administrasi negara, hukum, dan politik yang
mapan untuk ukuran saat itu. Semoga Allah SWT menunjuki kita untuk bisa
mengkaji sejarah yang lebih dekat kepada faktanya. Amien.
Comments
Post a Comment